BAB 7 PENGENDALIAN SOSIAL
A. PENGERTIAN PENGENDALIAN SOSIAL
Agar
dapat diterima oleh kelompok atau masyarakatnya individu harus mentaati
sejumlah aturan
yang hidup dan berkembang dalam masyarakatnya. Untuk itu masyarakat melakukan pengendalian sosial terhadap para warganya sehingga
perilaku sebagian besar warga masyarakat
berada dalam kerangka keteraturan sosial.
Dalam
masyarakat orang dikendalikan terutama dengan mensosialisasikan mereka dengan nilai dan norma sosial sehingga mereka menjalankan
peran-peran sesuai harapan sebagian besar
warga masyarakat, melalui penciptaan kebiasaan dan rasa senang. Namun dalam kenyataannya, meskipun nilai dan norma sosial
itu telah disosialisasikan, tetap saja
terjadi penyimpangan. Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi saja tidak cukup
untuk terciptanya keteraturan sosial.
Norma-norma sosial itu tidak cukup kuat mempunyai selfenforcing (kemampuan diri melaksanakan fungsi) di dalam menjamin
keteraturan sosial. Oleh
karena itu, di samping proses sosialisasi masyarakat menciptakan pula system pengendalian sosial.
Pengendalian
sosial merupakan
berbagai cara yang digunakan oleh masyarakat untuk menertibkan anggota-anggotanya yang membangkang.
Dengan demikian, Pengendalian
sosial adalah suatu bentuk aktivitas masyarakat yang disampaikan kepada
pihak-pihak tertentu dalam masyarakat karena adanya penyimpangan-penyimpangan
sosial. Hal ini dilakukan agar kestabilan dalam
masyarakat kembali dapat tercapai.
B. MACAM-MACAM
PENGENDALIAN SOSIAL
Berdasarkan aspek-aspek tertentu, pengendalian
sosial dapat dibedakan, menjadi berikut ini:
1. Berdasarkan Waktu Pelaksanaannya
Pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga, berikut ini:
a.
Tindakan preventif; yaitu tindakan yang dilakukan oleh pihak
berwajib sebelum penyimpangan sosial terjadi agar suatu tindak pelanggaran
dapat diredam atau dicegah. Pengendalian yang bersifat preventif umumnya
dilakukan dengan cara melalui bimbingan, pengarahan dan ajakan.
Contohnya kegiatan penyuluhan yang dilakukan
oleh dinas-dinas terkait tentang bahaya yang ditimbulkan sebagai akibat dari
pemakaian narkoba.
b.
Tindakan represif; yaitu suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak
berwajib pada saat penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang
terjadi dapat dihentikan.
Contohnya guru memberi hukuman kepada siswa
yang terlambat dan tidak tertib di sekolah. Hukuman ini dimaksudkan agar
tindakan penyimpangan siswa tidak berulang lagi.
c. Tindakan kuratif; tindakan ini diambil setelah terjadinya tindak
penyimpangan sosial. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada
para pelaku penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu
memperbaiki kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi
kesalahannya. Contohnya memasukkan para pencandu narkoba ke tempat rehabilitasi
untuk mendapatkan pembinaan agar para pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya
kembali.
2. Berdasarkan
Sifatnya
a. Pengendalian internal
Pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh penguasa atau pemerintah
sebagai pemegang kekuasaan (the rulling class) untuk menjalankan roda
pemerintahannya melalui strategi-strategi politik. Strategi-strategi politik
tersebut dapat berupa aturan perundang-undangan ataupun program-program sosial
lainnya.
b. Pengendalian eksternal
Pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh rakyat kepada para penguasa.
Hal ini dilakukan karena dirasa adanya penyimpanganpenyimpangan tertentu yang
dilakukan oleh kalangan penguasa. Pengendalian sosial jenis ini dapat dilakukan
melalui aksi-aksi demonstrasi atau unjuk rasa, melalui pengawasan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), atau pun melalui wakil-wakil rakyat di DPRD.
3. Berdasarkan
Cara atau Perlakuan Pengendalian Sosial
a. Tindakan persuasif
Adalah tindakan pencegahan yang dilakukan dengan cara pendekatan secara damai
tanpa paksaan. Bentuk pengendalian ini, misalnya berupa ajakan atau penyuluhan
kepada masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Contohnya
seorang guru BP menasehati dan menghimbau kepada siswa untuk tidak merokok.
b. Tindakan coersif
Adalah tindakan pengendalian sosial yang dilakukan dengan cara pemaksaan. Dalam
hal ini, bentuk pemaksaan diwujudkan dengan pemberian sanksi atau hukuman
terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran sesuai dengan kadar
penyimpangannya. Contohnya penertiban PKL secara paksa yang dilakukan oleh
petugas Satpol PP.
4. Berdasarkan Pelaku Pengendalian Sosial
a. Pengendalian pribadi
Adalah pengaruh yang datang dari orang atau tokoh tertentu (panutan). Pengaruh
ini dapat bersifat baik atau pun buruk.
b. Pengendalian institusional
Adalah pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga. Pola
perilaku lembaga tersebut tidak hanya mengawasi para anggota lembaga itu
saja, akan tetapi juga mengawasi dan berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada. Misalnya kehidupan para santri
di pondok pesantren akan mengikuti aturan, baik dalam hal pakaian, tutur sapa,
sikap, pola pikir, pola tidur, dan sebagainya. Dalam hal ini, pengawasan dan
pengaruh dari pondok pesantren tersebut tidak hanya terbatas pada para
santrinya saja, namun juga kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren.
c. Pengendalian resmi
Adalah pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga resmi
negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi yang
jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan oleh aparat negara, seperti
kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun kehakiman untuk mengawasi ketaatan
warga masyarakat terhadap hukum yang telah ditetapkan.
d. Pengendalian tidak resmi
Adalah pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan aturan
yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas. Meskipun demikian, pengendalian
tidak resmi juga memiliki efektivitas dalam mengawasi atau mengendalikan
perilaku masyarakat. Hal ini dikarenakan sanksi yang diberikan kepada pelaku
penyimpangan berupa sanksi moral dari masyarakat lain, misalnya dikucilkan atau
bahkan diusir dari lingkungannya. Pengendalian tidak resmi dilakukan oleh tokoh
masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh agama yang memiliki kharisma dan
dipandang sebagai panutan masyarakat.
C.
SANKSI PENGENDALIAN SOSIAL
Menurut
Soetandyo Wignyosubroto, sarana utama pengendalian sosial adalah sanksi, yaitu suatu bentuk penderitaan yang secara sengaja dibebankan
oleh masyarakat. Individu yang telah
menyimpang dikenakan sanksi, dan yang diperkirakan akan menyimpang diancam dengan sanksi. Secara umum sanksi ada tiga macam: (1)
sanksi ekonomi, (2) sanksi fisik, dan (3)
sanksi psikologis.
D. ALASAN
PENGENDALIAN SOSIAL
1.
Eksploitasi,
pengendalian sosial dimaksudkan untuk mengendalikan situasi sehingga tidak mengancam kepentingan-kepentingan yang telah tertanam
kuat (vested interested).
2.
Regulatif,
pengendalian sosial dilakukan agar dicapai keteraturan sosial, sehingga warga masyarakat mudah menyesuaikan dirinya dengan tujuan-tujuan
masyarakat, termasuk mudah
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
3.
Konstruktif,
pengendalian sosial dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan dan kebudayaan ke arah yang diharapkan oleh sebagaian besar
masyarakat.
E. CARA-CARA PENGENDALIAN
SOSIAL:
1.
Sosialiasi
Para
anggota masyarakat disosialisasikan untuk menjalankan peran sesuai dengan harapan masyarakat. Melalui sosialisasi seseorang
menginternalisasikan nilai-nilai sehingga
menjadi bagian dari perilaku otomatisnya. Dengan kata lain, sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan dan tata cara yang sangat
membantu dalam mengambil keputusan
“apakah dan harus bagaimanakah” melakukan aktivitas (termasuk kapan bangun pagi, kapan tidur, bagaimana bentuk potongan rambut
laki-laki, bentuk potongan rambut
perempuan, prosedur memperoleh pasangan hidup, dan seterusnya).
P E N
Y I M P A N G A N D A N P E N G E N D A L I A N S O S A N T O S A
2.
Tekanan sosial
Individu
akan menerima tekanan sosial tertentu apabila perilakunya tidak konformis dengan harapan-harapan masyarakat. Tekanan sosial dapat dilakukan dengan cara-cara: membujuk,
meperolok, mempermalukan,
mengucilkan, dan sebagainya. Cara-cara demikian memang cukup efektif pada
kelompok primer.
Pada
kelompok sekunder, tekanan-tekanan
sosial dilakukan dengan peraturan resmi, srandardisasi, propaganda, human engineering, reward dan
hukuman. Cara-cara ini akan lebih
efektif kalau didukung oleh kelompok primer.
Tekanan sosial seperti pada kelompok primer tidak efektif
pada kelompok sekunder karena kebutuhan orang pada kelompok sekunder bukanlah
kebutuhan emosional, maka jika kelompok sekunder tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhannya yang ditinggalkan saja. Orang sering tidak bersedih kehilangan
kelompok sekunder.
3. Kekuatan/paksaan fisik
Apabila cara-cara pengendalian sosial melalui sosialisasi
dan tekanan sosial tidak lagi efektif, maka adalah yang tertua dan terkini:
paksaan fisik, resmi maupun tidak resmi.
F. PERAN LEMBAGA
PENGENDALIAN SOSIAL
1.
Lembaga kepolisian
Lembaga
ini terutama menangani penyimpangan terhadap aturan-aturan atau hukum tertulis,
dengan cara menangkap, memeriksa/menyidik dan selanjutnya mengajukan pelaku penyimpangan ke pengadilan.
2.
Pengadilan
Pengadilan
memiliki fungsi membuat keputusan hukum terhadap warga masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap norma-norma hukum. Keputusan
pengadilan di samping
berdasarkan norma hukum, juga mempertimbangkan nilai-nilai kepatutan dan kesusilaan yang berlaku, hidup dan berkembang dalam
masyarakat.
3.
Adat istiadat
Adat
istiadat pada umumnya mengandung norma-norma yang bersumber pada ajaranajaran agama atau keyakinan masyarakat. Adat istiadat memiliki
peran penting dalam pengendalian
sosial karena dapat saja orang lebih menghormati dan taat kepada adat dari pada terhadap hukum tertulis. Namun, adat istiadat juga
dapat melengkapi aturan-aturan hukum
tertulis.A N D A N P E N G E N D A L I A N S O
S I A L A G U S S A N T O S A
4.
Agama
Di
dalam agama terdapat ajaran tentang perbuatan yang dilarang dan perbuatan yang dianjurkan, diperintahkan ataupun diperbolehkan. Dalam
ajaran agama juga terdapat sistem sanksi dan ganjaran atau pahala. Perbuatan-perbuatan
yang dilarang agama diklasifikasikan
sebagai perbuatan dosa yang diancam dengan hukuman atau siksa neraka di akhirat.
5.
Lembaga pendidikan
Melalui
pendidikan orang mempelajari, mengakui dan membiasakan diri bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku
dimasyarakatnya, sehingga lembaga pendidikan
memegang peran penting dalam pengendalian sosial.
6.
Tokoh masyarakat
Tokoh
masyarakat adalah individu-individu yang memiliki kemampuan, pengetahuan, perilaku, usia, atau kedudukan yang dipandang penting oleh
anggota masyarakat. Peran tokoh
masyarakat dalam pengendalian sosial antara lain: mendamaikan
persilisihan,memberikan nasehat kepada warga yang telah/akan melakukan
penyimpangan, dan sebagainya.
G. FAKTOR EFEKTIVITAS PENGENDALIAN SOSIAL
Menurut Soetandyo Wignyosubroto ada beberapa
faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan
efektif atau tidaknya pengendalian sosial, yaitu:
1.
Menarik-tidaknya
kelompok
Semakin menarik, suatu kelompok semakin efektif dalam melakukan pengendalian sosial
2.
Beragam
tidaknya norma dalam kelompok
Semakin banyak norma semakin besar potensi terjadinya anomie
3.
Otonomi-tidaknya
kelompok
Semakin otonom suatu kelompok (yang ditandai oleh kesadaran para anggota kelompok bahwa di luar kelompoknya
tidak terdapat banyak kelompok
serupa) maka pengendalian sosial semakin efektif
N Y I
M P
H. TAHAPAN
PENGENDALIAN SOSIAL
Sebagai suatu proses, pengendalian sosial yang
berlaku di masyarakat dapat dibedakan menjadi berikut ini.
1. Tahap Sosialisasi atau Pengenalan
Tahap sosialisasi atau pengenalan merupakan
tahap awal proses pengendalian sosial. Pada tahap ini, masyarakat dikenalkan
pada bentuk-bentuk penyimpangan sosial beserta sanksi-sanksinya. Pengenalan
tersebut dimaksudkan agar masyarakat menyadari efek dan sanksi yang akan
diterimanya bila mereka melakukan suatu tindakan penyimpangan sosial. Di dalam
hal ini, tahap sosialisasi bersifat preventif yang bertujuan mencegah perilaku
penyimpangan sosial.
2. Tahap Penekanan Sosial
Tahap penekanan sosial dilakukan untuk
mendukung terciptanya kondisi sosial yang stabil. Pada tahap ini telah disertai
dengan pelaksanaan sanksi atau hukuman kepada para pelaku tindakan
penyimpangan. Dengan adanya sanksi yang menekan tersebut, diharapkan masyarakat
segan dan tidak mau melakukan berbagai perbuatan yang menyimpang.
3. Tahap Pendekatan Kekuasaan/Kekuatan
Pada tahap ini, terlihat adanya pihak pelaku
pengendalian sosial dan pihak yang dikendalikan. Tahap ini dilakukan jika
tahaptahap yang lain tidak mampu mengarahkan tingkah laku manusia sesuai dengan
norma atau nilai yang berlaku. Berdasarkan pelakunya, tahap pendekatan
kekuasaan atau kekuatan ini dapat dibedakan, menjadi berikut ini.
a. Pengendalian kelompok terhadap
kelompok; misalnya anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan
mengawasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan.
b. Pengendalian kelompok terhadap
anggotanya; misalnya bapak/ibu guru di sekolah mengendalikan dan membimbing
siswa/siswi yang belajar di sekolah itu.
c. Pengendalian pribadi terhadap
pribadi lain; misalnya seorang ayah yang mendidik dan merawat anaknya, atau
seorang kakak yang menjaga adiknya.
I.
BENTUK-BENTUK PENGENDALIAN SOSIAL
Dalam penerapannya, pengendalian sosial
mempunyai beberapa bentuk, seperti gosip, teguran, hukuman atau sanksi, serta
pendidikan dan agama. Berikut ini uraian singkat mengenai bentuk-bentuk
pengendalian sosial tersebut.
Gosip adalah kabar yang tidak berlandaskan
fakta. Gosip disebut juga kabar burung atau desas-desus. Suatu gosip tersebar
di masyarakat jika pernyataan secara terbuka tidak dapat dilontarkan secara
langsung atau belum menemukan bukti-bukti yang sah. Pada umumnya, gosip
merupakan kritik tertutup yang ditujukan pada seseorang atau lembaga yang
melakukan penyimpangan sosial. Dalam hal ini, orang atau lembaga yang terkena
gosip akan berusaha memperbaiki tingkah lakunya, jika tidak, maka orang atau
lembaga tersebut akan dicemooh, dikucilkan, dan merasa terisolir dalam
kehidupan bermasyarakatnya.
Teguran adalah kritik sosial yang bersifat
terbuka, baik lisan atau pun tertulis, terhadap orang atau lembaga yang
melakukan tindak penyimpangan sosial. Teguran dilakukan secara langsung kepada
pelaku tindak penyimpangan agar pelaku tindak penyimpangan tersebut menyadari
perbuatannya dan dapat segera menghentikan tingkah laku menyimpangnya sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
3. Sanksi atau Hukuman
Sanksi atau hukuman merupakan tindakan tegas
yang diambil jika teguran tidak lagi diindahkan oleh pelaku tindak
penyimpangan. Sanksi atau hukuman merupakan bentuk pengendalian sosial yang
efektif karena pelaku tindak penyimpangan akan mengalami kerugian atau
penderitaan, misalnya didenda, diskors, atau mengalami hukuman fisik. Dalam hal
ini, sanksi atau hukuman hanya dapat diberikan oleh pihak yang memiliki
kekuatan hukum atau resmi berdasarkan peraturan yang berlaku. Dalam
pelaksanaannya, sanksi atau hukuman berfungsi untuk:
-
Memberikan efek jera kepada pelaku penyimpangan sosial;
-
Memberikan contoh kepada pihak lain agar tidak ikut melakukan perbuatan
menyimpang (schock theraphy).
Pendidikan, baik formal ataupun nonformal,
merupakan salah satu bentuk pengendalian sosial yang telah melembaga.
Pendidikan dapat berfungsi untuk mengarahkan dan membentuk sikap mental anak
didik sesuai dengan kaidah dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pendidikan memberi pengertian akan hal yang baik dan hal yang buruk melalui
pendekatan ilmiah dan logika.
Agama merupakan penuntun umat manusia dalam
menjalankan perannya di muka bumi ini. Dalam ajaran agama, manusia dituntut
untuk mampu menjalin hubungan baik dengan Tuhan, menjalin hubungan baik
antarmanusia, dan menjalin hubungan baik dengan alam lingkungannya. Dalam
ajaran agama dikenal adanya dosa dan pahala. Dosa akan diterima manusia jika
mereka melakukan penyimpangan dari aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam
ajaran agama sesuai dengan petunjuk dari kitab suci atau nabi. Dosa yang
dilakukan manusia akan memperoleh balasan atau hukuman dari Tuhan YME kelak di
kehidupan lain (akherat). Adapun pahala akan diterima manusia jika mereka
melakukan hal-hal baik sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam
kitab suci atau ajaran nabi. Berdasarkan uraian tersebut, maka agama merupakan
bentuk pengendalian sosial yang tumbuh dari hati nurani berdasarkan kesadaran
dan tingkat keimanan seseorang sesuai dengan agama atau kepercayaan yang
dianutnya. Berbagai bentuk pengendalian sosial tersebut, pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi. Berikut
ini beberapa fungsi pengendalian sosial.
1) Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan
kebaikan norma-norma kemasyarakatan.
2) Memberikan penghargaan kepada anggota
masyarakat yang taat pada norma-norma kemasyarakatan.
3) Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa
anggota masyarakat bila mereka menyimpang atau menyeleweng dari norma-norma
kemasyarakatan dan nilai-nilai yang berlaku.
4) Menimbulkan rasa takut.
5) Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata
tertib dengan sanksi yang tegas bagi para pelanggar.